Sebuah stigma, perbedaan, pemahaman konsep, pikiran, skeptis, sudut pandang yang dinilai berdasarkan penampilan. Headline postingan gue kali ini.
Ingatan gue masih segar walaupun judul ini telah berdebu di draft blog, tepatnya dibuat pada saat hari Maulid Nabi. Sebenernya gue gak pengen bahas topik yang beginian tapi lama-lama merasa risih juga kalau semuanya dikaitkan dengan penampilan. Tepat pada tanggal 20 November 2018, temen-temen gue rame banget membahas masalah hukum perayaan Maulid Nabi dalam Islam dan rata-rata para penganut hijab dalam yang berkicau seperti ini. Termasuk temen gue yang sebentar lagi menuju tahap hijab dalam a.k.a hijab syar'i. Tapi kok kesannya gue benci banget yak dengan "hijab syar'i"? Bukan. Bukan seperti itu gaes. Jadi simak ocehan gue berikut ini.
Gue tipikal orang yang senang baca, dari kecil sampai sekarang. Selain majalah Bobo gue juga seneng banget baca majalah Hidayah (yang cover depannya bikin orang mau tobat saat itu juga). Yup, dua majalah itu merupakan majalah favorit gue waktu kecil. Dalam artian kalau bacaan seperti itu telah menjadi makanan gue. Kalau dipikir-pikir gue ngerasa kalau apa yang gue baca bukan diperuntukan untuk anak SD, terlalu berat dan terlalu nyeremin (lu bakal tau kalau pernah baca majalah Hidayah). Kesimpulannya gue telah tertarik dengan hukum-hukum Islam, sejarah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan agama gue. Sedikit banyaknya gue telah mengetahui dari buku-buku yang telah gue baca dan pencerahan dari bokap. Kenapa gue gak jadi ustadzah aja? Karena gue berpikir itu adalah sesuatu yang berat untuk dilaksanakan, bayangin kalau ilmu lu masih dangkal dan lu dengan pedenya nyebarin hal minim yang lu tau tanpa mendalami dan mereka pada percaya dengan yang lu omongin dan ngikutin apa kata lu. Jika yang lu katakan masih jauh dari kata baik, dosa mereka siapa yang nanggung? Ya kita. Nah itu jawabannya.
Sekarang mari kita hubungkan dengan soal penampilan. Adakah hukum alam yang menulis bahwa jika penampilan seseorang yang terlihat goblok bakal merepresentasikan ilmu yang ia miliki? No! Bagi gue hal seperti itu tidak ada. Sama sekali tidak ada. Adakah yang menjamin seorang professor memiliki ilmu yang sempurna? No! Tidak ada yang bisa menjamin. Lantas mengapa pengetahuan seseorang diukur berdasarkan penampilan?? Sama kasusnya seperti yang gue alami. Jadi mengenai perayaan Maulid Nabi, karena gatal akhirnya gue ngepost salah satu hukum perayaan Maulid Nabi dalam Islam lewat instastory gue (soalnya waktu itu rame yang protes kenapa perayaan Maulid Nabi dilarang). Dan story gue direspon oleh salah satu temen yang bisa dikatakan dia.................... sering nongkrong di Masjid. Ibaratnya dia terlihat dari luar sebagai seseorang yang agamis. Nah gue yang bukan pengguna hijab syar'i terkadang masih buka lepas hijab (cuma dirumah dan sekitaran kompleks), seperti tidak punya hak untuk menyampaikan pendapat gue hanya karena penampilan. Apakah penampilan agamis akan menjamin tingkatan iman dan pengetahuan seseorang? Apakah orang seperti itu berhak menjudge mereka yang tidak agamis? Seperti gue??
Belajarlah untuk menghargai seseorang bukan dari penampilan. Hal bodoh semacam itu telah mendarah daging bagi sebagian orang. Tak hanya penampilan, berdasarkan jenis pekerjaan juga termasuk. Intinya tidak ada gunanya membedakan seseorang berdasarkan tampilan luar karena lu gak tau sesungguhnya apa yang ada dibalik otak mereka.