Meet with A Good Thinking Person

22.10

Bukan pertemuan yang sesungguhnya, melainkan perbincangan yang terjadi di dunia maya. But Why I called "a good thinking person"? Because baru kali ini gue ngepost sesuatu yang ditanggapi positif dari orang-orang hebat. Kali ini cerita yang akan gue share terjadi di "LinkedIn".

Gue baru join di LinkedIn sekitar beberapa bulan yang lalu. Bukan karena gue gak tau apa itu LinkedIn melainkan pada saat itu gue merasa "belum terlalu butuh" but I do some a mistake. Gue baru ngeh kegunaan dengan memiliki akun di LinkedIn setelah gue butuh pekerjaan. Ibaratnya LinkedIn merupakan sosial media yang dikhusukan untuk para "kaum elit". Just kidding dude. Disana gue menemukan postingan dari orang-orang hebat, bukan hanya sekedar share tentang "their lifestyle", pamer OOTD ataupun kegiatan-kegiatan gak penting lainnya seperti di sosial media yang biasa gue gunain. Bahkan setiap berangkat kerja, gue selalu meluangkan waktu beberapa menit hanya untuk sekedar membaca postingan yang tentunya memiliki banyak manfaat buat gue.

Mengenai postingan, gue sebagai "anak baru" mencoba untuk membuat post untuk pertama kalinya dan apa yang gue dapat? Respon positif and I am happy. Walau gue kalah jumlah like dan komentar but I am still get happy. Jadi di postingan itu gue membahas masalah "Euforia Kelulusan". Hati gue tergerak untuk menulis mengenai hal itu karena gue sendiri telah mengalami beberapa bulan yang lewat dan sebagian teman-teman gue baru ngerasain hal itu sekarang. So what the conclusion??

Jadi gini, gue akan menyinggung mengenai Euforia Kelulusan disini.
Gue lulus pada tahun 2018 tepatnya bulan April yang lalu dalam kurun waktu 3,5 tahun. Its a great? I think yes but not now. Dengan bangganya gue mengantongi gelar sarjana, serta ijazah yang berisikan nilai-nilai bagus plus IPK yang gak bisa dibilang rendah. Bangga, tentu saja. Tetapi rasa bangga itu hanya bertahan sebentar. Gue tipe orang yang tidak terlalu suka berdiam diri dirumah tanpa ada kesibukan. Kebanggaan itu sirna ketika gue akan membuat CV (note: Curriculum Vitae). Pada akhirnya gue tersadar, bahwa gue tidak mempunyai pengalaman satu pun. Entah itu magang, volunteer, organisasi atau kegiatan lainnya. Gue sempat terpikir untuk kuliah lagi tapi biaya untuk S2 tidak semurah itu. Gue pun memutuskan untuk mencari pekerjaan dengan harapan uang yang terkumpul itu nantinya akan gue gunakan untuk biaya les. Karena gue mau meringankan beban orangtua mengingat biaya yang telah dikeluarkan oleh orangtua ketika gue skripsi tidaklah sedikit.

Rasa malu akan diri sendiri ketika melihat "I am nothing" disaat gue melihat orang lain yang jauh lebih kaya pengalaman dan ilmu daripada gue. Euforia kelulusan itu tak lagi gue rasakan. Dan disaat ini ketika gue melihat teman-teman gue yang baru lulus, gue bisa ngerasakan rasa haru mereka disaat gue berada pada posisi mereka beberapa bulan lalu. Itu hak mereka, seperti dulu. Itu hak gue untuk bahagia. Tapi itu hanyalah sebentar.

Sedetik yang lalu itu tetaplah "masa lalu"..
So mau kau apakan gelar sarjanamu itu??  


Hidup ini bukan hanya sekedar angka. Karena angka tidak akan terbentuk hanya karena yakin. Tetapi terus berusaha, berdoa, dan terus melangkah walau seribu pedang ada disetiap langkahmu.

You Might Also Like

0 komentar