Udah lama nih gak nulis. Bukan karena hobi ini sudah tergantikan, cuma lagi pindah platform saja hehehe. Jadi ditulisan kali ini gue pengen membahas tentang satu buah webtoon. Tulisan ini bisa jadi terlihat seperti review sebuah komik, atau sebuah sudut pandang pembaca yang suka rebahan kayak gue. Ya itu balik lagi ke perspektif kalian.
Judul webtoon yang pengen gue bahas kali ini adalah : KILL STAGRAM.
Gue gak akan ngebahas authornya siapa ya. Bagi yang kepo, langsung saja googling. Kenapa webtoon ini? Ada apa dengan webtoon ini? Jadi alasan gue pengen banget ngebahas komik ini adalah karena ceritanya related dengan kehidupan kita sehari-hari. Komik ini tidak hanya sekedar komik tentang cinta-cintaan, manusia ganteng atau cantik, tonjok-tonjokan, bukan. Banyak sekali pembelajaran yang bisa dipetik dari komik ini. FYI, komik ini sebenarnya sudah tamat, tepatnya tanggal 22 Februari 2020. Kalau di Indonesia, tapi untuk versi navernya, gue gak tau komik ini kapan tamatnya. Karena memang di negara asalnya, komik ini di protect. Gue gak tau gimana caranya buat akses komik yang diproteksi di naver. Berhasil bikin akun saja sudah syukur hahaha..
Sekilas tentang webtoon ini, sebelum masuk ke intinya. Komik ini bercerita tentang seorang cewe yang katakanlah, seorang selebgram dan memiliki seorang sahabat. Yang namanya selebgram yak, apa-apa di update. Si main character ini (MC), tiap update poto selalu tag lokasi atau ngasih hashtag yang berhubungan dengan poto yang dia posting ke akun Instagramnya. Sahabatnya sudah mewanti-wanti agar berhati-hati dalam memberikan informasi tentang dia di sosial media dan bijak menggunakan sosial media. Tapi si MC ini tidak menghiraukan nasehat sahabatnya. Pada akhirnya hashtag tersebut yang membuatnya hampir mati, ya walaupun endingnya dia bunuh diri.
Oke lanjut.
TERLALU MENGUMBAR KEHIDUPAN PRIBADI
Seperti yang udah gue sebutkan diatas. Bisa kita lihat, di sosial media khususnya Instagram, kita semua seolah telah di-doktrin untuk selalu mengupdate apapun ke dunia maya. Lagi minum apa, lagi makan apa, lagi nongkrong dimana, habis beli apa, dan kegiatan-kegiatan personal lainnya. Gue pun terkadang juga gitu. Apalagi kalau lagi di tempat berkelas, cafe yang high-end misalkan. Atau lagi plesiran ke luar negeri. Tak lupa untuk tag lokasi. Semacam ada suatu kebanggan ketika telah mempublikasikan hal itu.
Yes itu memang hak orang, bagaimana dia menggunakan sosial media. Tapi ada satu hal yang membuat kita lupa, bahwa diri sendiri juga butuh privasi. Hanya demi eksis, terlihat keren, up to date kita malah mengesampingkan privasi. Terlalu terpapar dengan sosial media juga tidak baik. Karena ia turut memberikan andil dalam mengubah kepribadian seseorang.
Apa dampaknya jika terlalu mengumbar hal yang ada dalam kehidupan kita? Wah banyak banget. Tak terhitung. Tapi di komik ini, lebih menyoroti kejahatan yang ditimbulkan dengan sikap kita tadi. Yakin semua orang sayang dan suka dengan kita? Yakin gak ada orang mau berniat jahat dengan kita? Hoho tidak semudah itu. Kita tidak pernah tau apa dampak yang ditimbulkan oleh perlakuan kita ke orang lain. Apakah itu baik atau buruk. Pernah denger kasus kan tentang satu keluarga dibunuh karena ada dendam yang tidak tersampaikan? Control your finger and your life. Hashtag-mu bisa jadi jalan pintas bagi seseorang untuk menguntitmu dengan mudah.
STOP BODY SHAMING dan BULLYING
Haduhh tak terhitung sudah berapa banyak mulut yang berbicara dan menyuarakan "STOP BODY SHAMING dan BULLYING", tapi masih adaaaaa saja yang tetap melakukan. Sedih dan miris. Padahal udah banyak banget banget yang jadi korban perundungan bunuh diri. Faedahnya apa sih ngebully orang? Berasa keren dan berkuasa gitu?
Di komik ini tidak hanya menceritakan tentang si tokoh utama alias Remi yang suka ngasih hashtag dan memberi tahu orang dia lagi dimana, secara tidak langsung. Komik ini juga menceritakan tentang dampak fatal perundungan yang dialami oleh Doyeon a.k.a Doha.
Kalian pasti tau kan standar kecantikan di Korea? Lihat saja idol-idol mereka, ya seperti itulah kecantikan yang ditonjolkan ke publik. Tak sedikit orang yang kemudian menjadi terobsesi ingin memiliki kecantikan standar Korea. Gue pernah baca beberapa komentar, jika netizen Korea itu suka ngebully seseorang yang -tidak memenuhi- standar kecantikan di negara mereka. Kejadian itulah yang di angkat ke dalam komik ini.
Doyeon seorang siswi jurusan kecantikan, memiliki paras yang tidak sesuai dengan standar mereka. Operasi plastik adalah sesuatu hal yang lumrah dilakukan disana dan karena tidak tahan dibully, ia memutuskan untuk melakukan operasi plastik, dengan membawa sebuah ekspetasi. Nah si Doyeon ini melakukan operasi plastik di klinik kecantikan tempat si Remi kerja. Ketika di ruang operasi pun, si Doyeon ini masih "diejek" oleh si Dokter. Astaga, bangsat banget memang (maaf kasar). Tapi apakah operasinya berjalan lancar? TIDAK pemirsa. Lihat saja foto diatas.
Sudahlah dibully, diejek, bahkan operasi pun gagal. Dampak psikologisnya ke siapa? Si Doyeon? NO!!!! Tapi satu keluarga mereka habis dibully! Ibunya dipecat dari tempat kerja padahal beliau tulang punggung keluarga (ayahnya sudah tidak ada), adeknya yang cewe juga dibully di sekolah dan malu punya kakak seperti Doyeon. Berkali-kali lipat rasa depresi yang ia alami. Akhirnya? Ibunya ngajak bunuh diri bersama, tapi naas, si Doyeon tetap hidup dan menanggung semua penderitaan sendiri.
Semua berawal dari apa? BULLYING. Dibully karena apa? STANDAR KECANTIKAN. Gak semua orang bisa bodo amat dengan omongan orang sekitar. Ada yang hatinya mudah rapuh, tapi tak sedikit juga yang tegar.
Keputus asaan, depresi yang menyerang mental dan akal sehat. Yang membangun standar kecantikan itu sebenarnya ya kita sendiri. Apalagi untuk para pria, munafik rasanya jika kalian tidak tergoda dengan wanita berparas cantik. Setidaknya hanya dengan lirikan. Jadi percuma saja rasanya berkoar-koar mengatakan "Self Love" atau "Body Positivity".
MENYAYANGI TANPA MEMBEDAKAN
Ada dua kesamaan antara Remi dan Doyeon, yaitu sama-sama butuh perhatian. Remi sedari kecil telah ditelantarkan, ia juga korban perundungan dan pelecehan semasa sekolah. Sahabat baiknya lah yang selalu ada di belakangnya, Jia. Terkadang kita lupa bagaimana memanusiakan manusia dan mengasihi sesama. Kita lebih cenderung mengedepankan ego. Remi ini butuh perhatian dan kasih sayang. Ketika ia mendapatkan perhatian di sosial media, ia akan jadi bahagia. Hanya karena ia tidak memiliki dan tidak mendapatkan kasih sayang orang tua, ia dibully. Heran gue kenapa malah dibully. Orang seperti itu harusnya dirangkul dan disayangi. Tanpa peduli latar belakangnya seperti apa.
Lalu Doyeon. Sama seperti Remi, ia juga korban perundungan. Berharap dengan operasi plastik, ia akan mendapatkan kehidupan "yang normal" dan perhatian dari orang-orang sekitar. Tapi sayang, keinginan dia hanya terwujud di dalam mimpi. Seringkali kita berprilaku sekendak hati dan menjustifikasi seseorang karena latar belakangnya tidak jelas.
HATI YANG BAIK TAK MEMANDANG FISIK
Sering banget ini mah, kalau liat orang yang berparas elok, yang dipikiran kita "ini orang pasti baik dan ramah". Apalagi kalau udah disenyumin, satu kali aja deh. Kebayangnya seminggu. Di komik ini, ada satu tokoh yang dari awal selalu dikata-katain readers. Tau kenapa? Pertama, karena rupanya. Kedua, karena si authornya jago memainkan perasaan pembaca hehehe.
Apa yang terlintas pertama kali di otak kalian ketika melihat gambar diatas? Ayo jujur saja. Namanya Lee Mankap, jadi bulan-bulanan pembaca sampai pada akhirnya menaruh rasa kasihan kepada tokoh ini. Dia seseorang yang mengalami kecacatan, dibully dan tidak memiliki teman. Tau siapa yang akhirnya ia merasa bahwa ada orang menganggap kehadirannya? Remi. Yap, si tokoh utama. Kebaikan Remi inilah yang memicu instingnya untuk melindungi Remi.
Lho kok melindungi? Yang jahatin siapa??
Nih, tak kasih gambarnya. Orang disamping Remi adalah Doha a.k.a Doyeon yang operasi kelamin jadi laki-laki. Apa motivasinya mendekati Remi? Balas dendam. Karena operasinya gagal, ia menyalahkan Remi penyebab semuanya. Padahal yang salah bukan Remi. Doha ini sudah lama melakukan penyamaran, dengan menjadi dua orang yang berbeda. Satu, sebagai Doha yang memposisikan diri bak pahlawan untuk Remi. Dua, jadi sosok aneh alias manusia jahat dengan memakai kostum untuk mencelakai Remi. Dan ternyata, selama ini Doha selalu mengawasi Remi dengan membawa pisau di tangannya :')
Lee Mankap yang melihat itu semua, berniat untuk memberi tahu Remi bahwa si Doha ini tidaklah sebaik yang dia pikirkan. Namun caranya salah. Remi pun juga udah takut duluan dengan Lee Mankap, karena ia merasa diterror dan lebih percaya Doha. Karena apa? WAJAH. Udah gak usah munafik hahaha.
Sekali lagi, authornya memang pinter betul memainkan perasaan pembaca. Dan dibuat kebingungan. Jaman sekarang ini, tak jarang kebaikan seseorang dilihat dari rupa. Ingin berkenalan saja pasti lebih gerak cepet yang parasnya -elok- bagi kalian. True??
POTENSI MENJADI SEORANG PEMBUNUH (DAMPAK PSIKOLOGIS)
Memang tidak bisa dipukul rata, dampak psikologis yang diterima oleh korban perundungan itu berbeda-beda. Ada yang menyisakan trauma, insecure, bahkan sampai bunuh diri, ada lagi yang memilih untuk bangkit tapi ada juga sebaliknya, ketika ia tumbuh besar, malah berprilaku sebagai tukang bullying. Kasus ekstrimnya lagi, berpotensi menjadi seorang pembunuh. Di webtoon ini diceritakan mengenai pembunuhan berantai, yang mana korban-korbannya adalah selebgram. Diakhir cerita diketahui bahwa pembunuhan ini dilakukan oleh Doha a.k.a Doyeon.
Kita tidak bisa menyalahkan sikap ini sepenuhnya. Tetapi juga tidak bisa dikatakan benar. Di penghujung episode webtoon ini, ada sepenggal monolog (scene) yang berupa suara hati Doha, bahwa membunuh membuatnya terasa lebih baik. Yang mana perasaan itu kian besar dan perlahan mengubahnya menjadi seorang monster. It's so scary, right?? Ketika rasa senang melakukan suatu hal berubah menjadi candu akan sangat susah untuk dihentikan. Pada akhirnya yang dirugikan tidak lagi individu yang bersangkutan, tapi semua orang.
ORANG BISA BERUBAH DALAM SEKEJAP & BERITA PALSU ITU KEJAM
Pada intinya, Remi dan Doha telah sama-sama sadar akan kesalahan masing-masing. Yang bikin gue salut adalah, walaupun Jia mati karena ulah Doha dan dia juga hampir saja juga kehilangan nyawa oleh Doha, tapi masih sempat-sempatnya ia menaruh rasa simpati dan empati kepada Doha, tidak ada dendam sedikitpun. Alasannya Remi bisa bersikap begitu karena dia juga mengalami hal yang sama seperti Doha. Kisahnya tak jauh beda, ada kesamaan diantara mereka, Remi tahu rasanya. Tapi disaat tangisan mereka, polisi datang bersama dua orang followers Remi, yang turut merekam kejadian itu disaat-saat terakhir. Doha (sepertinya) mati tertembak oleh polisi. Sedangkan Remi? Menangis, sejadi-jadinya. Sumpah part ini bikin gue nangis, gue gak bisa ngebayangin posisinya Remi gimana. Dan tangisan Remi ini direkam oleh followers dia. Dalam sekejap, menyebar ke media sosial.
Apa yang orang-orang lakukan? Ya MENGHUJAT lah. Followers yang dulunya memuja-muja Remi dengan sukarela, kini dalam sekejap menghujat Remi habis-habisan tanpa tahu kejadian yang sebenarnya. Coba kita lihat ke kehidupan nyata, apa kasus seperti ini ada? BANYAK. Contoh saja, publik figur. Ketika ada berita miring tentang dirinya, apa yang kita lakukan? Menghujat, menghabiskan kuota, membuang-buang waktu hanya untuk menghujat. Sumpah serapah keluar dari mulut kita, kalau dulu ada pepatah "mulutmu harimaumu, yang akan menerkammu". Sekarang, mulut sudah berganti dengan jari. Coba pikir-pikir lagi, sudah berapa kalimat, sudah berapa kali jari-jemarimu beraktivitas untuk mejatuhkan mental seseorang?? Menghujat, memaki, membully seseorang yang bahkan tidak kau kenal sekalipun?
Polisi di webtoon ini, menurut gue tidak bijak dalam menangani kasus. Remi diberitkan menderita Sindrom Stockhom.
Sindrom stockholm adalah respon psikologis dimana dalam kasus-kasus tertentu para sandera penculikan menunjukan tanda-tanda kesetiaan kepada penyanderaannya tanpa memperdulikan bahaya atau resiko yang dialami oleh sandera itu. Sumber : Wikipedia.
Tuduhan ini yang kemudian dipublikasi dan menyebabkan hujatan datang bertubi-tubi. Seolah-olah sang polisi tidak peduli dan tidak mengorek informasi dengan baik kepada orang-orang yang terlibat dalam kasus ini, termasuk Remi.
Akhir cerita ini ditutup dengan bunuh dirinya sang tokoh utama, Remi. Ia sudah kehilangan semuanya. Mulai dari keluarga, sahabat, teman, sosial media, termasuk Doha. Dia merasa sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Followers? Bullshit dengan followers. Mereka hanya memuja ketika kamu baik dan sesuai dengan apa yang mereka mau. Belum lagi hujatan dan bully yang kembali ia terima. Bunuh diri adalah jalan terakhir. Rasa depresi, tertekan, kuat atau tidaknya mental seseorang, kita tidak pernah bisa mengukur. Tidak ada yang bisa dijadikan tolak ukur. Perundungan ini tetap akan terus terjadi, pasti. Gue jamin, pasti akan selalu ada. Never die.
Oke itu saja poin-poin yang gue tangkap selama mengikuti webtoon ini. Banyak banget pelajaran yang bisa diambil dari cerita ini, buat yang belum baca, mampirlah sebentar. Walaupun hanya sekedar intip-intip. Episodenya gak banyak, cuma 44 episode. Termasuk epilog dan prolog. See you di next artikel.