Hati-hati dengan Jokes
14.59
Its my experience when I was a student in one of university in West Sumatera. Maybe this story can give you a lesson for the future..
Waktu gue mau lulus SMA, temen-temen gue udah pada nentuin mau kuliah di jurusan apa dan dikampus mana. Begitu juga dengan gue. Mulai dari jurusan A sampai Z, bahkan ada beberapa jurusan yang sebelumnya gue gak pernah denger. Contoh, jurusan okupasi yang ada di UI (Universitas Indonesia). Ada yang milih ngelanjutin di jurusan berdasarkan passion, hobi, atau sekedar ikut-ikutan, trus ada juga yang ngambil jurusan dengan PG (Passing Grade) yang tinggi karena nilai dia bagus, bahkan ada yang ngasal ngambil jurusan. Pemandangan yang bakal lu temuin di detik-detik sebelum UN. Sementara gue lebih milih ke jurusan yang sesuai dengan minat gue, Ilmu Komputer. Tapi ditengah kegalauan buat milih kampus (karena nilai gue yang pas-pasan alias rank 3 terakhir dari 23 siswa), orangtua menyarankan untuk ngambil jurusan Psikologi dan Manajemen. Sesuatu yang "itu bukan gue banget". Langkah pertama yang gue ambil adalah, prospek kerja kedepannya seperti apa. Yang kedua, di dua jurusan itu nantinya ilmu apa aja yang bakal gue pelajari. Dan yang terakhir, ngeyakinin dan diskusi dengan hati. Walaupun pada akhirnya gue diijinkan buat kuliah di jurusan yang gue mau, Alhamdulillah.
Masa-masa kuliah adalah masa-masa dimana gue mengambil peran sebagai anak yang lebih mandiri. Yap, gue ngekos. Hal yang gak pernah gue lakuin sebelumnya dan sekaligus pengalaman pertama gue. Kos gue bisa dibilang lebih mirip seperti asrama ketimbang kos-kosan. Dan penghuninya pun rata-rata kuliah di semua jurusan yang ada di kampus. Mulai dari teknik, ilkom, psikologi, ekonomi dan pendidikan. Selama ngekos, tak hanya rasa kebersamaan dan kemandirian yang gue rasain, tapi juga "wawasan". Wawasan tak hanya didapat dari buku bacaaan, tetapi juga pengalaman orang lain. Selama ngekos, gue kadang suka intip-intip tugas mereka seperti apa, matakuliahnya apa aja, dan gak jarang juga kami saling sharing. Gue yang anak "sistem komputer", yang banyak berhubungan dengan hardware dan alat-alat pertukangan kayak obeng, tang, solder, timah, turut memberikan rasa penasaran ke penghuni kos lainnya. Karena memang, cewe yang ada di jurusan gue itu terbilang sangat sedikit. Penghuni kos didominasi oleh anak manajemen, akuntansi, sistem informasi dan psikologi. Bicara mengenai teman, tentu kita punya temen yang bisa dibilang "lebih akrab" ketimbang lainnya. Dia anak psikologi. Baik, ramah, pinter ngomong (ya wajarlah kan anak psikologi harus pinter ngomong) dan bicaranya pun teratur, gak kayak gue yang suka hilang arah. Bisa dibilang kita lumayan deket, karena memang kamar kami juga bersebelahan.
Terkadang, kita harus lebih memahami dan bijak dalam memilih kata-kata yang digunakan. Baik itu ketika mau bercanda, serius. Tau memposisikan lawan bicara, jadi gak asal nyablak. Ada masa ketika gue ngerasa kecewa dengan ucapan yang ia lontarkan ke gue. Jadi waktu itu, gue lupa awalnya kita lagi ngebahas apa, tiba-tiba dia ngomong
"Anak IT ntar kerjanya jadi apa? Bikin robot?"
"Ntar anaknya kek robot tuh hahaa"
"Anak psikolog juga bisa tuh benerin laptop, gak harus anak jurusan komputer"
Gue yang notabene sangat mencintai dan menjunjung tinggi jurusan gue, sangat kesal dengan ucapan yang ia lontarkan. Walaupu dibarengi dengan tawa, tapi ada kalanya kita ngerasa kecewa dan kesal dengan candaan yang dibuat. Dan gue tegaskan, "INI PIKIRAN BODOH BANGET!". Kalau ada diantara kalian yang baca tulisan gue dan juga berpikir hal yang sama, please tolong banget. Jangan pernah memandang rendah jurusan orang lain. Gaes, ketahuilah, kalau yang kuliah di jurusan IT, bukan berarti kami tau segala hal. Bukan berarti kami "ahli pertukangan". IT itu cabangnya sangatlah luas. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin berkembanglah dunia IT. Di dunia kerja pun begitu, dalam satu department atau divisi IT, itu bagiannya banyak banget. Gue udah ngerasain makanya berani ngomong.
Waktu SMA, gue juga punya temen yang orangnya -ceria banget. Gue jarang ngeliat tampang badmoodnya dia, jadi suatu ketika ada temen lain yang becandain. Gue juga gak begitu tau candaan dia seperti apa dan temen gue ini ngomong, "tolong jangan kelewatan. Mentang-mentang selama ini gue diam dan slalu trima becandaan kalian, tapi tolong hargai perasaan gue juga. Perasaan gue gak sebercanda itu". Nusuk banget, kan?? Dan semuanya pada diem. Nah sama kasusnya kayak gue, gue yang memutuskan untuk diam pada saat candaan itu dia hadiahkan ke gue, mungkin ngerasa kalau hal itu bukanlah apa-apa. Jangan pernah anggap remeh perkataanmu dan jangan terlalu suka ngejudge seseorang "baperan". Karena memang tak semua orang bisa menerima dan tak semua orang fleksibel dengan candaan yang kelewat batas. So stop using "BAPER" ke orang-orang yang secara tak langsung kesal dan marah terhadap kalian. Instropeksi diri, salah satu hal terbaik yang harus dilakukan. Simpelnya gini, coba deh kalau orang lain yang ngejokes lu kek gitu, kira-kira bakalan kesal gak?
Pada akhirnya gue tersadar, bahwa untuk ngebuktiin bahwa omongan mereka salah, walau kata mereka "ah itukan gue cuma becanda keleus", adalah "menampar" mereka dengan kesuksesan. Sukses tak selalu berarti kaya. Karena definisi kata sukses begitu luas. Cukup dengan meyakinkan diri dan trus tumbuh ditengah orang lain meremehkan kita.
0 komentar